Badega Gunung Parang (Trekking + Via Ferrata + Tyrolean): Tajam Menyiksa
Naik gunung lagi, yassss... Nah trip yang satu ini sebenarnya udah lama gue idam-idamkan. Sejak akhir tahun lalu sebenarnya udah tau info-infonya, cuma karena satu dan lain hal, gue baru bisa merealisasikan trip ini di Agustus 2017. Awal-awal yang mau nemenin gue di trip ini adalah Teuku seorang, kemudian gue coba ajak temen-temen lain, akhirnya Danu n Ilham oke, kemudian menyusul Tijo (yang saling tuker join event sama gue) dan Tya. Total kami berenam kemudian langsung membuat grup WA untuk menentukan tanggal main. Tanggal 5 dan 6 Agustus jadi opsi, tadinya udah hampir confirmed main tanggal 5 Agustus, tapi astajim, ternyata gue ada kondangan wajib di Bandung tanggal 5. Oke, pindah ke tanggal 6 dan semua oke. Sampai pada H-1 malam ternyata Danu gak bisa join karena dapat kabar duka, ada kerabat yang meninggal (turut berduka ya nu..). Lanjut, akhirnya kami berlima yang berangkat. Ini adalah gunung kedua yang ada di Purwakarta yang gue tanjak setelah Gunung Lembu.
Signature view |
Ladder |
Tyrolean |
The target |
Rute Setan
Nah dari namanya uda keliatan horor kan? Emang beneran horor? Sila menyimak. Rute Setan ini adalah jalan satu-satunya menuju tower 2 Gunung Parang. Di awal perjalanan memang tidak terlihat menakutkan, jalan landai, mulai menanjak, dan akhirnya ketemu tangga besi (via ferrata) sekitar 10 meter saja, nah setelah itu mulai terasa jalan yang terus menerus menanjak. Tidak hanya menanjak, tapi sudutnya pun bertambah, jangan harap ada sudut 45°, yang banyak di sini adalah sudut di atas 50°. Kebayang miringnya kaya gimana? Sepertinya kalian harus mencobanya sendiri daripada hanya membayangkannya saja. Yang pasti setelah jalur bebatuan miring, kami semua harus menanjak menggunakan bantuan tali. Setelah ketemu dinding batu yang menandai jalan buntu, kami harus menggunakan carabiner pengaman untuk naik tangga goyang sekitar 10 meter. Setelah itu tangga goyang, tangga kayu dengan panjang yang lumayan telah menanti. Setelah melewati tangga-tangga kayu itu, perjalanan berakhir, weits, maksudnya berakhir di sini adalah Rute Setan-nya yang berakhir, perjalanan menuju puncak tower 2 harus dilanjutkan dengan teknik via ferrata.
7 of us at start point |
Full team |
Miring nih jalur |
Wefie at rocky route |
Up and up and up |
Ilham: let's rock |
Kudu pake tali |
Akhir rute setan |
Via Ferrata
Inilah keunikan yang dicari para petualang yang berkunjung ke Gunung Parang. Yap, via ferrata di Indonesia ya memang baru ada di Gunung Parang ini. Setelah kami melewati Rute Setan, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak dengan via ferrata. Sebenarnya di awal perjalanan dari masuk hutan menuju Rute Setan, ada batu besar setinggi kurang lebih 10 meter yang harus dilalui dengan teknik via ferrata, namun via ferrata yang sebenarnya ada di akhir Rute Setan. Biarpun hanya 10 meter, namun peralatan (harness + carabiner + helm) harus dipakai, klo gak dipakai, ya bayangin aja klo kalian jatuh, sebelum jatuh ke tanah, ada kemungkinan anggota badan kalian akan membentur batu dan juga besi tangga via ferrata yang tertanam di batu. Mari kita lanjut ke via ferrata yang sebenarnya. Sesaat setelah melewati Rute Setan yang ditandai dengan berakhirnya tangga-tangga kayu, maka kami harus stand by dengan peralatan, dikawal oleh 2 guide, Kang Ipul ada di depan dan Pak Mamat di belakang, kami harus melewati tebing batu yang kurang lebih panjangnya 200-300 meter di atas ketinggian 500-600 meter untuk mencapai puncak tower 2 Gunung Parang yang tingginya 900 meter. Di sini kami semua tersambung satu sama lain oleh satu tali pengaman utama, jadi apabila salah satu kami terjatuh, maka akan tertahan yang lain, ya kurang lebih sama seperti di film Vertical Limit di scene awal dan scene akhir. Pada saat start, kami hanya dihadapkan pada tebing yang sudutnya 45° sampai 50°, namun setelah itu, sudut yang harus kami hadapi kisaran 60° sampai 90° bahkan lebih (kebayang?). Untuk menuju ke puncak, Kang Ipul, guide depan, harus menarik tali sebanyak 4 kali (shifting) dimana pada saat posisi shifting kami harus mempertahankan posisi kami sambil berpegangan dan bergelantungan sambil menunggu Kang Ipul selesai menarik tali dan memastikan semua aman. Setelah tali pengaman terpasang, barulah kami melanjutkan perjalanan via ferrata ini, ya kurang lebihnya 3 kali kami harus menahan beban tubuh kami masing-masing plus barang bawaan sebelum sampai puncak tower 2. Dan bonusnya, ternyata tidak semua sudut tebing batu terpasang rapat besi-besi via ferrata, jadi ada beberapa sudut yang jaraknya renggang bahkan berjauhan sehingga kami harus menggunakan tali webbing, yang ini beneran berasa main film Mission Impossible, gak percaya? Datenglah ke sana dan buktikan.
Mukenye.. |
Panjat teruss.. |
Tangga dari pohon |
Yeah.. es krim! |
10 meter |
All connected |
Climb the rock |
Going down |
Tyrolean
Yang satu ini pastinya bikin dag dig dug serrr.. Gak usah tyrolean, sebelum sampai ke puncak tower 2 saja kami harus mendaki sudut sekitar 70° tanpa via ferrata karena konturnya tanah dengan ilalang yang diselingi pepohonan mungil. Yang jadi pengaman kami hanyalah kepercayaan kepada 2 guide kami, kepercayaan diri kami sendiri, tali pengaman yang sudah dipasang di puncak dan tangan dan kaki kami yang dipaksa untuk bertahan di pohon-pohon mungil yang ada, horor lah pokoknya. Sampai puncak, tenaga kami sudah terkuras, adrenaline sudah gak tau pada kemana, tapi kami sudah terlanjur melihat sling baja melintang tempat dimana kami akan tyrolean hammocking-an di antara 2 tower. Dengan segala tenaga dan adrenaline yang gak tau masih kesisa apa gak, kami mengumpulkan keberanian untuk hammocking-an, karena pas via ferrata gue udah jadi orang yang pertama jalan, maka gue minta Ilham untuk duluan. Ilham pertama kali yang tyrolean hammocking, aman, kemudian disusul gue, Teuku, Mas Nandri dan cewek-cewek yang awalnya punya niat mengundurkan diri dari aktivitas satu ini tapi akhirnya Tya, Tijo n Mba Sisah ikutan juga. Satu per satu kami hammocking-an. Selama 2 jam-an kami berada di puncak tower 2 Gunung Parang. Setelah itu kami bergegas turun melalui rute yang sama, hemmm peer, ya tapi masa iya gak balik, mau tidak mau kami jalani yang memang harus kami jalani.
Tijo x Teuku |
Girls power: Tijo & Tya |
Where we play extreme |
Naik hammock usaha |
Ngegantung |
Turun hammock juga usaha |
Nice candid |
Berasa kecil |
Es krim yummy.. |
Wueekk.. |
Nge-hang |
Betah nih.. |
Oleh-oleh
Jangan pikir oleh-oleh dari gunung Parang ini oleh-oleh macam makanan atau barang lucu. Yang pasti dengan aktivitas yang bisa dibilang es krim (baca: ekstrim) di atas, pengalaman lah yang kami dapatkan, entah ini akan jadi pengalaman sekali seumur hidup kami atau tidak, mungkin beberapa dari kami ini akan menjadi yang pertama dan terakhir. Selain pengalaman, tentunya teknik baru mountaineering, di sini kami mendapatkan teknik trekking dengan tali, via ferrata serta tyrolean. Kehabisan tenaga dan derasnya adrenaline juga jadi oleh-oleh yang kami bawa pulang. Tentunya kebersamaan yang jadi prinsip setiap pendaki gunung jadi oleh-oleh wajib. Luka, bengkak, beset-beset ikut mengiringi perjalanan kami pulang. Mungkin buat Tijo, air mata juga jadi pengiring turun gunung (so sorry.. but you made it Jo..). Sepatu gue klo kata temen-temen innalilahi alias RIP, beruntung tali pengikatnya karet, so bisa gue akalin buat sol bawahnya udah keplek-keplek (lepas), salah sepatu emang gue. Sepatu Tijo juga jadi korban, sol bawahnya sobek katanya. Entah yang lainnya, yang pasti tidak normal seperti semula. Dan satu yang epic, Tya jadi kaya semacam orang bijak, ketika kita semua turun dalam kondisi gelap dan menyatakan ini gunung yang paling bikin dia istighfar, sebuah quotes keluar dari mulutnya 'naik gunung itu kudu ikhlas'. Empat jempol Ty buat lau.
The view |
New friends and Tya |
Residential area below there |
Siap uji nyali |
Sepatu 1/2 jebol |
Gokil |
Komentar
Posting Komentar